Secara
singkat jawabannya adalah dengan belajar Informatika peserta didik dapat
mengasah pola pikir secara komputasional yakni memiliki kemampuan
mengidentifikasi persoalan-persoalan dan mengusulkan solusinya sehingga lebih kreatif,
inovatif, dan produktif. Sedangkan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) terbatas
pada pelajaran penggunaan tool
(peralatan) yang menjadikan siswa sebagai komsumen atau pengguna (user) saja.
Kompetensi
Informatika tidak hanya menjadikan peserta didik sebagai pemakai (user) dan konsumer saja, melainkan
lebih menekankan pada kemampuan mengidentifikasi persoalan-persoalan dan
mengusulkan solusinya, kemudian secara kreatif dan inovatif menghasilkan
produk-produk teknologi informasi sesuai dengan kaidah keilmuan informatika,
rekayasa perangkat keras, perangkat lunak, dan pengolahan data dalam bentuk
digital menjadi informasi. Kompetensi tersebut meliputi kecakapan digital yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari (life skill), pemanfaatan teknologi informasi,
sampai dengan keilmuan informatika.
Pembelajaran
Informatika lebih menekankan agar peserta didik (siswa) memahami proses dan dibekali kemampuan diantaranya:
1.
Berpikir,
yaitu berpikir komputasional yang menjadi landasan dan prinsip pemecahan
persoalan yang akan diselesaikan dengan bantuan komputer.
2.
Berkarya dan
terampil, yaitu kemampuan dalam menggunakan dan menghasilkan produk TIK serta
berkomunikasi dan berkolaborasi di dunia digital dengan memanfaatkan sarana
TIK.
3.
Berpengetahuan,
yaitu kemampuan tentang keilmuan informatika yang mencakup lima area
pengetahuan informatika yaitu Teknik Komputer, Jaringan Komputer/Internet,
Analisis Data, Algoritme, dan Pemrograman, dan Dampak Sosial Informatika.
4.
Berkarakter,
yaitu berkemampuan dalam mendayagunakan teknologi untuk menunjang kehidupan dan
berkomunikasi.
TIK adalah komponen
dan muara dari Infomatika. TIK dihasilkan dari Informatika. Kenapa? Karena
dengan menerapkan kemampuan mengidentifikasi masalah, mengumpulkan dan menganalisa
data, membuat langkah-langkah penyelesaian masalah (algoritma) serta kemampuan merancang
dan membuat instruksi yang dapat dimengerti dan dilakukan oleh mesin komputer
dapat menghasilkan produk teknologi informasi. Jika dilustrasikan Infomartika ibarat
sebuah rumah dimana, pondasinya adalah Berpikir Komputasinoal (BK) dan
tiang-tiang penyanggahnya terdiri dari Teknik Komputer (TK), Jaringan Komputer
dan Internet (JKI), Analisis Data (AD), Algoritma dan Pemrograman (AP), dan
Dampak Sosial Informatika (DSI). Ring baloknya adalah Praktik Lintas Bidang (PLB)
sedang TIK sebagai atapnya.
Keterangan
BK : Berpikir Komputasinoal
TK : Teknik Komputer
JKI : Jaringan Komputer dan Internet
AD : Analisis Data
AP : Algoritma dan Pemrograman
DSI : Dampak Sosial Informatika
PLB : Praktik Lintas Bidang
TIK : Teknologi Informasi dan Komunikasi
Pertanyaan: Lah,
kan tidak semua peserta didik nantinya jadi jurusan Informatika atau komputer,
benarkan?
Jawaban: BENAR, seperti yang telah dijelaskan
diatas bahwa dengan terbiasa berpikir secara logis sehingga dapat menemukan cara
dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapinya dalam bidang atau jurusan
apapun bahkan menjadi produsen tidak lagi sebagai komsumen.
Masalahnya
apakah Sekolah dan Guru siap dan bisa untuk menerapkan muatan pelajaran Informatika?
Pada
dasarnya HARUS SIAP dan BISA, kalau kita sepakat bahwa membangun bangsa
merupakan tanggungjawab semua tidak hanya Pemerintah saja, warga masyarakat
juga harus ikut serta dalam mewujudkan cita-cita bangsa yaitu KEMAKMURAN, nah
salah satu cara membangun bangsa adalah dengan membangun manusianya dalam hal
ini generasi penerus bangsa yaitu dengan menjadikan generasi kita sebagai generasi
produktif (podusen). Kapan itu terjadi? Jika kita mulai dari tahun 2021 ini, 15
tahun lagi generasi kita akan lebih banyak yang jadi produsen daripada
pemakai/pengguna.
Kek manalah
sekolah kami tidak memiliki komputer apalagi internet. No problem, sebenarnya
belajar Informatika itu bisa belajar tanpa komputer, dalam hal ini gurulah yang
harus kreatif bagaimana agar peserta didik itu dapat memahami proses, tidak
pada hasil. Sebagai contoh penulis mengalami hal yang sama ketika UNBK dilaksanakan,
maka selama 1 semester tidak pernah siswa diperbolehkan menggunakan
Laboratorium Komputer dengan alasan takut terganggu sistem dan jaringan di LAB.
Sementara pokok pada bahasan tertentu saya harus mengajarkan penggunaan
interface (antarmuka), jadi saya terpaksa bawa infocus ke kelas dan
memperagakannya kepada siswa, lalu saya suruh mereka menirukan atau membuat
seperti yang saya peragakan dirumah, tapi kebanyakan mereka juga tidak
mempunyai Personal Computer (PC) dirumah, lalu saya suruh ke warnet, begitu
juga tidak semua orangtua atau wali mengijinkan anaknya ke warnet, lalu saya
suruh menggambar atau menuliskan dalam buku tulis.
Melalui
tulisan ini, saya memohon kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
yang terhormat Bapak Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. untuk segera mengesahkan
Mata Pelajaran Informatika sebagai bidang studi wajib di sekolah mulai jenjang
SD, SMP, dan SMA/SMK agar generasi bangsa Indonesia di kemudian hari menjadi lebih
produktif.